PENDAHULUAN
Pertumbuhan Kota
Semarang diketahui sejak awal abad ke-15 sebagai kota pelabuhan singgah menuju
pusat Kerajaan Demak, melewati Selat Muria yang berada diantara P.Muria di
sebelah utara dan P.Jawa di sebelah selatan. Posisi Pelabuhan Semarang pada
waktu itu kurang lebih 4 Km ke arah selatan dari garis pantai sekarang, tepat
berada di tepi sebelah utara Perbukitan Simongan dan Perbukitan Candi. Peranan
Kota Semarang menjadi semakin meningkat setelah Selat Muria menjadi sempit dan
dangkal, karena proses sedimentasi dan Kerajaan Demak menjadi terisolir dari
Laut Jawa. Dataran Pantai Semarang lambat laun berkembang luas ke arah utara,
seiring dengan pertumbuhan delta-delta kecil dari beberapa sungai yang bermuara
di Laut Jawa. Ekologi pantai pada waktu itu berupa rawa-rawa yang banyak
ditumbuhi tanaman mangrove dan rumput-rumput air.
Pemerintah Hindia
Belanda merancang Kota Semarang menjadi sebuah kota besar, tidak hanya sebagai
kota pelabuhan tetapi juga sebagai pusat pemerintahan. Cepatnya laju pembangunan
kota dengan berbagai sarana pendukungnya sangat terasa sejak akhir abad ke-20
sampai sekarang. Konsekuensinya pembangunan kota yang berada di atas bentuk
lahan bekas pantai dan bentuk lahan perbukitan, proses geologinya masih aktif
yang berakibat daya dukung lahannya menjadi sangat berat menahan laju
pembangunan Kota Semarang. Akibatnya beberapa tahun belakangan ini berbagai
bencana alam terjadi di Wilayah Kota Semarang baik yang terjadi di bentuk lahan
perbukitan maupun bentuk lahan dataran pantai.
PERMASALAHAN
Kota Semarang yang
dijadikan ibukota propinsi sekaligus sebagai pintu masuk Jawa Tengah, telah
berkembang dengan pesat baik di lahan dataran di bagian utara sebagai pusat
kota maupun di lahan perbukitan bagian selatan.
Beberapa tahun belakangan
ini berbagai bencana geologi telah terjadi di Wilayah Kota Semarang, baik di
lahan perbukitan maupun lahan dataran. Bencana yang terjadi di lahan perbukitan
berupa longsoran maupun rayapan tanah dan batuan. Sedangkan di lahan dataran
yang dikembangkan menjadi pusat kota, terjadi bencana penurunan permukaan lahan
“subsiden”, mengakibatkan genangan air laut pasang “rob” di sepanjang pada
musim dan genangan banjir kiriman di musim penghujan.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan kajian Geologi :
§
Mengetahui
pola sebaran dan hubungan antar batuan maupun pola struktur geologi (patahan,
kekar, lipatan) yang berkembang di Wilayah Kota Semarang.
§
Mengetahui
sejarah geologi dan proses geologi yang sedang berjalan di Wilayah Kota
Semarang.
§
Mengetahui
model pengelolaan lahan yang sudah dan sedang dilakukan di Wilayah Kota
Semarang.
Hasil
kajian dapat mengetahui penyebab terjadinya berbagai bencana geologi, yang
terjadi di bentuk lahan dataran maupun di bentuk lahan perbukitan, sekaligus
sebagai dasar evaluasi pelaksanaan program pembangunan di Wilayah Kota
Semarang.
GEOLOGI WILAYAH KOTA SEMARANG
GEOMORFOLOGI
Terdapat perbedaan
morfologi yang tajam antara bagian utara dengan bagian selatan wilayah
penelitian. Di bagian selatan memperlihatkan kenampakan morfologi yang tinggi
dan terjal, batuannya tersusun oleh batu pasir vulkanik dan breksi berumur
kuarter. Di tengah-utara membentuk perbukitan bergelombang lemah, batuannya
tersusun oleh breksi vulkanik Ungaran Tua dan batulempung Formasi Kalibiuk yang
ditutupi endapan aluvial di bagian utara.
Berdasarkan beda
tinggi sudut kelerengan, kondisi geologi yang mengontrol dan kenampakan di
lapangan, wilayah Kota Semarang dapat dibagi menjadi 4 satuan geomorfik, yaitu
Satuan Geomorfik Perbukitan Vulkanik, Satuan Geomorfik Perbukitan Lipatan, Satuan
Geomorfik Gawir Sesar dan Satuan Dataran Aluvial Pantai.
Satuan
Geomorfik Perbukitan Vulkanik
Merupakan daerah
perbukitan bergelombang menengah hingga kuat, dengan ketinggian 300-2050 m dari
muka air laut, dengan beda tinggi 800-1450 m, lereng terjal (24%-29%). Satuan
ini tersebar di bagian selatan daerah penelitian meliputi luas sekitar 30% dari
luas daerah penelitian, tersusun oleh batuan-batuan vulkanik seperti breksi
laharik, breksi piroklastik, lava andesit batu pasir vulkanik, hasil aktifitas Gunungapi
Ungaran Muda dan sebagian Gunungapi Ungaran Tua.
Satuan
Geomorfik Perbukitan Lipatan
Merupakan daerah
perbukitan bergelombang menengah hingga lemah, dengan ketinggian 25-300 m dari
muka air laut, dengan beda tinggi 100-300 m, lereng agak terjal (2,5%-15%),
menempati sekitar 25% wilayah telitian. Satuan ini dikontrol oleh batulempung
gampingan, breksi vulkanik, batupasir tufaan, tufa, selang-seling
batulempung-napal-batupasir, yang termasuk dalam Formasi Banyak, Formasi
Kalibuk dan sebagian Satuan Vulkanik Ungaran Tua. Satuan ini dikontrol oleh
struktur perlipatan dengan arah sumbu relatif baratlaut-tenggara.
Satuan Geomorfik
Gawir Sesar
Satuan geomorfik Gawir Sesar menempati lembah terjal
di sepanjang Kali Garang,Kali Kreo, Kali Gede, perbukitan candi dan di bagian
utara Gunung api Ungaran berarah relatif baratlaut – tenggara, utara – selatan
dengan luas sekitar 5% wilayah telitian. Satuan ini membentuk morfologi yang
relatif terjal, dengan kelerengan > 30% dan beda tinggi berkisar antara 81-35
m.
Satuan Geomorfik
Dataran Aluvial Pantai
Satuan ini melampar di bagian utara daerah penelitian
hingga garis pantai, meliputi area sekitar 35% wilayah penelitian. Satuan ini
mempunyai ketinggian < 10 m dpl., dengan beda tinggi <10 m, dan
kelerengan <1%. Satuan ini dominan
tersusun oleh endapan aluvial pantai dan sebagian endapan fluviatil.
STRATIGRAFI
Satuan
Batupasir Banyak
Penamaan Formasi
Banyak diusulkan oleh Van Bemmelen (1949) dengan nama “Banyak Lagen”, De
Genevraye dan Luki Samuel (1972) menyebutnya sebagai “Facies Banyak”, Harsono
(1983) menyebutnya sebagai Formasi Banyak. Di wilayah penelitian, satuan ini
tersusun oleh batupasir dengan sisipan batulempung, oleh karena itu dalam
laporan ini disebut sebagai Satuan Batupasir Banyak.
Ciri-ciri
Litologi
Bagian bawah dari
Satuan Batupasir Banyak dicirikan oleh perselingan batupasir vulkanik dan
batulempung karbonatan (sebagian berupa napal). Batupasir vulkanik berwarna
abu-abu kekuningan terdiri dari mineral mafik, kwarsa, feldspar, ukuran butir
pasir halus, membundar tanggung, pemilahan baik, matrik lempung, semen
karbonat, ketebalan antara 200-250 cm.Hasil analisa petrografi bernama ”Volcanic Wacke”,
struktur sedimen terdiri dari ”pararel lamination” dan ”ripple lamination”. Batulempung
karbonatan berwarna abu-abu gelap pecahan konkidal, kadang menyerpih, dengan
ketebalan antara 5-15 cm.
Bagian atas satuan ini
dijumpai batu pasir kerikilan sebagai awal satuan batuan yang disusun oleh
batupasir kerikilan, berwarna abu-abu kehitaman, struktur ”graded bedding”,
ukuran pasir kasar-kerikilan, bentuk butir membundar tanggung-menyudut,
pemilahan buruk, fragmen andesit, matrik pasir, semen silika, permeabilitas
baik.
Umur
Berdasarkan contoh
batulempung gampingan, dengan kandungan foram plankton antara lainOrbulina universa, Globorotalia
plesiotumida, Globorotalia lenguensis, Globogerinoides trilobus merupakan
umur Miosen Akhir. Sedangkan contoh batuan dengan litologi napal yang merupakan
Formasi Banyak bagian atas terdapat kandungan fosil antar lainGloborotalia plesioumida, Orbulina
universa, Globogerinoides extremus, Pulleniatina primalis, Globogerinoides
trilobus, menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen
Awal dengan kisaran umur N17- N18. Hasil keseluruhan dari analisis paleontologi
Formasi Banyak diperoleh kisaran umur N17- N18 menunjukkan umur Miosen
Akhir-Pliosen Awal.
Lingkungan
Pengendapan
Analisis lingkungan
pengendapan diambil dari contoh batuan yang sama dengan analisis foram plankton
mempunyai kandungan foram bentonik antara lain Bilimina sp., Rotalia sp., Textularia sp.,
Cibcides nolis, Elphidium sp., Eponides sp., Nonion pompiloides, Bolivina
spicata, menunjukkan kedalaman 100-200 m atau
Neritik Luar (Pheler, 1955). Sedangkan dari rasio plankton/bentos berkisar
antara 38%-40%, menunjukkan zona bathimetri Neritik Luar (Grimsdale dan
Markhoven, 1955).
Hubungan
Stratigrafi
Hubungan Satuan
Batupasir Banyak dengan satuan yang ada di atasnya yaitu Satuan Batulempung
Kalibiuk adalah selaras.
Satuan
Batulempung Kalibiuk
Van Bammelen (1949)
memberikan nama ”Kalibiuk Beds”, kemudian De Genevraye dan Luki Samuel (1972)
menyebutnya dengan Kalibeng Bawah. Satuan ini dicirikan oleh napal kehijauan,
batulempung napalan kehijauan, serta sisipan batupasir gampingan dan juga
banyak dijumpai cangkang moluska.
Penyebaran
dan Ketebalan
Penyebaran Satuan
Batulempung Napalan Kalibiuk meliputi 15% dari luas daerah telitian yang
terletak di sebelah timurlaut, tersingkap di sepanjang aliran Kali Silegak,
Kali Kecepit dan penerusan Kali Talang yang terdapat di Desa Siwarak. Ketebalan
satuan ini tidak dapat diketahui dengan pasti, karena tidak ditemukannya batas
bawah dari satuan batuan ini. Dari penampang stratigrafi terukur diperoleh
ketebalan 482 m.
Ciri
Litologi
Litologi penyusun
Satuan Batulempung Kalibiuk terdiri atas perulangan napal dan batulempung
gampingan dengan sisipan batupasir gampingan.
Batulempung
gampingan, putih kecoklatan, massif, ukuran butir lempung, dengan komposisi
utama mineral lempung, lumpur karbonat dan terdapat penyerta berupa kwarsa, min
opak, serta fosil. Dari hasil kalsimetri didapatkan 12% kadar karbonat.
Ketebalan berkisar antara 3-5 m.
Napal,
hijau, menyerpih, konkoidal, komposisi utama lumpur karbonat, mineral lempung,
dengan penyerta kwarsa, mineral opak, dan fosil. Dari hasil analisis kalsimetri
batuan ini didapatkan kadar karbonatnya 42-46%. Ketebalan lapisan ini berkisar
antara 5-10 m.
Batupasir
Gampingan, kelabu-kebiruan, mineral kwarsa, plagioklas, cangkang moluska, semen
karbonat, pasir sedang. Dijumpai struktur sedimen massif dan graded bedding.
Umur
Analisa paleontologi
dari sampel yang dianalisis pada litologi napal dan litologi batulempung
napalan di lokasi Kali Talang, dijumpai fosil foraminifera plankton antara lain
:Sphaerodinella
dehiscens, Sphaerodinella subdehiscens, Globorotalia tumida, Globigerinoides
immaturus, Globigerina nepethens, Globigerinoides sacculiferus danOrbulina universa, yang
menunjukkan umur Pliosen bawah atau N19 (Blow, 1969).
Lingkungan
Pengendapan
Struktur sedimen yang
muncul berupa struktur sedimen masif pada batulempung gampingan napal,
sedangkan pada sisipan batupasir gampingan terdapat struktur graded bedding.
Dari analisa paleontologi ditemukan fosil foraminifera benthos yaitu : Cibcides sp., Amphistegina
lessonii, Uvigerina peregrina porvula, Bathysipon sp., Haeglundina elegans,
Goesella Mississippiensis dan Eggerella adneva, dimana
dapat menunjukkan lingkungan bathymetri yaitu Neritik Tengah dengan kedalaman
100-300 ft (Bandy, 1967).
Hubungan
Stratigrafi
Ketebalan dari Satuan
Batulempung Kalibiuk berdasarkan data penampang kolom stratigrafi sekitar 200
m. Hubungan dengan Satuan Batupasir Banyak, didasarkan pada kedudukan batuannya
relatif selaras, sedangkan hubungan dengan batuan yang berada di atasnya yaitu
Satuan Breksi Ungaran Tua adalah tidak selaras.
Satuan Breksi Vulkanik
Ungaran Tua
Satuan Breksi Vulkanik
Ungaran Tua oleh beberapa peneliti dikenal dengan nama Formasi Notopuro, yang
pertama kali dikemukakan oleh Van Bammelen (1949) dengan nama Notopuro beds. Beberapa
peneliti menyebut satuan yang banyak mengandung konglomerat dan batupasir
dikenal dengan sebagai Formasi Damar. Penulis menganggap bahwa seluruh endapan
pada satuan ini bersumber pada Gunung Ungaran Tua, baik sebagai endapan
vulkanik, endapan piroklastik maupun endapan fluvio-vulkanik. Dengan penamaan ini,
diharapkan dapat dengan mudah dibayangkan konteks sejarah geologi pada saat
itu.
Penyebaran
dan Ketebalan
Satuan Breksi Vulkanik
Ungaran Tua tersingkap di sepanjang Kali Tempuran, Kali Blimbing, Kali Talang
dan Kali Silegak. Penyebarannya menempati sekitar 35% dari luas daerah
telitian, meliputi Desa Pongangan, Desa Cepaka dan Desa Mijen.
Ciri
Litologi
Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, satuan ini terbentuk oleh batulempung, batuan breksi
vulkanik dan batupasir vulkanik. Batulempung, abu-abu hitam, berukuran butir
lempung-lanau, banyak mengandung fosil tumbuhan. Merupakan alas pada satuan
ini.
Breksi
vulkanik, kelabu coklat, fragmen andesit, kerikil-bongkah, menyudut-menyudut
tanggung, sortasi buruk, fragmen mengambang dalam masa dasar. Fragmen terdiri
dari basal, andesit dan batuapung.
Batupasir
vulkanik, abu-abu coklat, pasir halus-kerikilan, bentuk butir menyudut-membulat
tanggung, pemilihan buruk-sedang, tertanam pada masa dasar lempung dan gelas,
komposisi mineral : lithic, kwarsa, min opak.
Umur
Van Bammelen (1949)
menentukan bahwa Satuan Breksi Piroklasik Notopuro yang mempunyai kemiripan
dengan satuan ini mempunyai umur Plistosen Tengah-Atas. Berdasarkan dari yang
didapat dari pentarikhan umur menggunakan metode C14 pada endapan batulempung (bagian
alas satuan) yang mengandung fosil kayu didapat umur 20.150 tahun (BP, 1950)
atau pada kala Pliosen Atas.
Lingkungan
Pengendapan
Pada bagian selatan
satuan ini lebih banyak didominasi oleh endapan-endapan breksi piroklastik, ke
arah utara bergradasi membentuk sekuen endapan breksi laharik, konglomerat dan
batupasir vulkanik endapan fluviatil, serta batulempung endapan rawa.
Satuan ini pada bagian
bawah merupakan endapan rawa dan sungai yang ditutupi produk gunungapi dengan
facies vulkanik ”Medial
Volcanoclastic-Distal Volcanoclastic Facies”(Vessel
dan Davies, 1981). Satuan ini merupakan hasil produk Gunungapi Ungaran Tua yang
diendapkan pada lingkungan darat.
Hubungan
Stratigrafi
Hubungan Satuan Breksi
Vulkanik Ungaran Tua dengan Satuan Batulempung Kalibiuk yang berada di bawahnya
adalah tidak selaras. Dari data lapangan terdapat adanya bidang erosi dan
ditemukannya batas ketidakselarasan. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan
besarnya kedudukan lapisan batuan, batulempung Kalibiuk sebesar 20-40°
membentuk struktur perlipatan. Sedangkan dip dari Satuan Breksi Vulkanik
Ungaran Tua < 10° kea rah utara, sedangkan pada batupasir di bagian utara
membentuk antiklin dengan kemiringan sangat lemah. Sehingga dapat dikatakan
jenis ketidakselarasan menyudut (angular
unconformity), sedangkan hubungannya dengan Satuan
Endapan Vulkanik Ungaran Muda yang berada di atasnya terdapat selang wahyu
pengendapan, dicirikan oleh ditemukannya endapan paleosoil pada bagian atas
satuan breksi vulkanik Ungaran Tua, tertutup oleh endapan vulaknik produk
Ungaran muda.
Satuan Endapan
Vulkanik Ungaran Muda
Satuan Endapan
Vulkanik Ungaran Muda oleh Van Bammelen (1941 dan 1949) diberi namaYoung Ungaran yang
merupakan hasil endapan aktifitas Gunungapi Ungaran Muda, generasi ketiga dari
pertumbuhan Gunung Ungaran, dimana pemunculannya berhubungan erat dengan proses
gravitasional collapse.
Luas penyebaran
Endapan Vulkanik Ungaran Muda secara umum meliputi sekitar pusat erupsi Gunung
Ungaran yang membentuk kerucut Gunung Ungaran sampai lereng bawah, yang
dibatasi oleh sesar melingkar (ring
fault). Untuk daerah telitian satuan ini
meliputi sekitar 15% wilayah, terletak di bagian selatan dan tersingkap pada
daerah aliran Kali Tambangan dan Kali Gernaji. Ketebalan
satuan ini, berdasar dari penampang profil geologi didapat sekitar 100 m.
Ciri Litologi
Breksi laharik, abu-abu, masif,
kerikil-bongkah, bentuk butir membulat-membulat tanggung, sortasi buruk, kemas
terbuka, fragmen : andesit, basalt, masa dasar berupa batupasir vulkanik.
Batupasir vulkanik, abu-abu
keputihan, kerikil-pasir halus, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung,
pemilihan buruk-sedang, mineral feldspar, kwarsa, lithic, mineral opak, lempung
dan gelas.
Breksi piroklastik, kelabu,
ukuran fragmen 2-5 cm, bentuk butir menyudut-menyudut tanggung, pemilihan
buruk, kemas terbuka, masa dasar berupa tuf pasiran.
Tuf, keabu-abuan, tekstur klasik,
ukuran butir 0,02-0,08 mm, menyudut tanggng-membulat tanggung, komposisi
mineral utama, kwarsa, lempung, gelas.
Umur
Umur dari satuan batuan ini berdasarkan pertumbuhan
dari Gunungapi Ungaran Muda berumur Kala Pliosen Atas-Holosen (Bemmelen, 1949).
Lingkungan
Pengendapan
Gunung Ungaran Muda, seperti Gunungapi lainnya
membentuk busur magmatik Jawa, merupakan gunungapi sub-aerial, yang terbentuk
di atas busur kepulauan. Endapan-endapan yang
dihasilkannya, seperti breksi laharik atau batupasir vulkanik diendapkan di
darat.
Hubungan
Stratigrafi
Hubungan stratigrafi
Satuan Breksi Ungaran Muda dengan Satuan Breksi Ungaran Tua yang terletak di
bawahnya memperlihatkan adanya selang pengendapan, jika dilihat secara
vulkanostratigrafi. Di lapangan terlihat adanya Satuan Breksi Ungaran Muda
dengan Satuan Breksi Ungaran Tua, yang dibatasi oleh paleosoil.
Satuan
Intrusi Andesit
Intrusi andesit membentuk
morfologi bukit-bukit kecil, di sekitar sesar normal yang membatasi Satuan
Vulkanik Ungaran Tua dengan Satuan Vulkanik Ungaran Muda (luas <1%). Pada
umumnya intrusi ini, batuannya mengalami pelapukan yang cukup kuat dan banyak
terpotong oleh kekar-kekar (shear
fractures).
Di lapangan
menunjukkan warna abu-abu kecoklatan, masif, hipokristalin, porfiritik,
tersusun oleh kristal-kristal plagioklas, piroksen berukuran 0,4-1,3 cm,
tertanam dalam mikrolit plagioklas, piroksen dan gelas vulkanik. Secara mikroskopis
terlihat kandungan mineral opak, tekstur pilotaksitik.
Satuan
Endapan Aluvial
Satuan ini terdiri
atas rombakan batuan yang tertransport oleh media air, berukuran kerakal sampai
lempung, yang terendapkan di sepanjang pantai utara dan di sekitar sungai.
Endapan aluvial di wilayah penelitian melampar sangat luas di bagian utara,
sebagai akibat dinamika pantai yang terus berkembang. Sebagian pemukiman, daerah perindustrian dan
pengembangan kota bertumpu pada satuan ini. Secara umum satuan ini belum terkonsolidasi
(terdiagnesa) dengan baik.
STRUKTUR GEOLOGI
Kekar
Pada daerah penelitian
terdapat beberapa kekar yang disebabkan oleh tektonik. Kekar-kekar dijumpai
pada batuan breksi, batupasir dan batulempung, baik pada batuan yang berumur
tersier hingga kuarter. Dari kenampakan pola kekar (shear fractures) yang
ada terdapat beberapa tren arah kekar. Dari kenampakan tersebut, tren kekar
yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua, tren timurlaut yang berpasangan
dengan tren baratlaut serta tren timurlaut yang berpasangan dengan tren
baratlaut. Keberadaan tren arah umum kekar yang ada tersebut kemungkinan
terbentuk oleh penyebab yang berbeda.
Sesar
Data penarikan jalur
sesar didasarkan pada analisa selama survey di lapangan, penafsiran citra
land-sat, serta data peneliti terdahulu. Kendala utama didalam mendapatkan
data-data sesar adalah sebagian besar lahan tertutupi bangunan serta endapan
aluvial.
Pada daerah telitian
yang dikontrol oleh beragam batuan terdapat cukup banyak sesar, yang semuanya
memotong satuan batuan berumur Tersier maupun Kuarter. Dari pengamatan,
teridentifikasi adanya tujuh buah sesar turun, satu sesar naik dan tiga sesar
mendatar. Sesar-sesar tersebut yaitu Sesar Naik Banyumanik, Sesar Mendatar Kali
Garang, Sesar Turun Kreo, Sesar-sesar Turun Ungaran Tua dan Sesar-sesar Turun
Ungaran Muda.
Sesar
Naik Banyumanik
Sesar ini memiliki
arah relatif Tenggara-Baratlaut (N110°-N290°E), melintas melewati Jabungan
sampai Pongangan, Kecamatan Banyumanik hingga Kecamatan Gunung Pati. Sesar ini
membatasi Satuan Batupasir Banyak dan Satuan Batulempung Kalibiuk, memotong
hingga Satuan Breksi Ungaran Tua. Sesar ini bertanggungjawab terhadap munculnya
Satuan Batupasir Banyak ke permukaan. Pengamatan lapangan di Desa Kripik,
Gunung Pati memperliatkan kedudukan bidang sesar : N 96° E/70°, arah umum shear
fractures : N 295° E/45° dan arah umum gash fractures : N 050° E/31°. Hasil
analisa memberikan hasil Kdd
Bidang :
N 96° E/70°, Rake : 68°, Plunge : 67°, Bearing : N 238° E
Sesar Mendatar Kali
Garang
Sesar ini memiliki
arah relatif utara-selatan (N 05°E-N 185°E), yaitu melintas sepanjang Kali
Garang. Sesar ini melintas dari utara mulai dari daerah Gajahmungkur sampai
Gunung Swakul di bagian selatan. Kenampakan morfologi pada peta berupa
kelurusan gawir sesar maupun data-data di lapangan seperti zona hancur, shear fractures dan gash fractures,
pembalikan kedudukan perlapisan batuan dan drag
fold menunjukkan pergeseran litologi, dapat
ditarik kelurusan bahwa struktur yang berkembang adalah sesar mendatar.
Beberapa peneliti terdahulu menyebut Sesar Kali Garang sebagai Sesar Semarang,
yang menerus hingga ke lepas pantai Laut Jawa.
Sesar
Turun Kreo
Merupakan satu-satunya
sesar turun yang mempunyai tren seperti sesar mendatar, yang hamper memotong
struktur utama sumbu lipatan. Pada bagian selatan berarah
timurlaut-baratdaya, ke arah utara menjadi utara-selatan. Data yang menunjukkan
adanya Sesar Kreo adalah berupa gawir sesar, bidang sesar yang disertai
kekar-kekar. Kedudukan bidang sesar : N 234° E/77°, arah umum shear : N
250°E/52°, arahumum gash : N 044°E/31°, dengan hasil analisa : Rake : 68°, Plunge : 67°, Bearing : N 238° E
Sesar-sesar Turun
Ungaran Tua
Sesar-sesar ini berada
di bagian utara daerah penelitian, sebagian tertutupi oleh endapan aluvial
pantai. Terdapat empat segmen sesar turun yang mempunyai arah umum relatif
tenggara-baratlaut (N 110°E-N 290°E). keberadaan sesar-sesar ini diyakini ikut
bertanggungjawab terhadap gejala penurunan di Wilayah Kota Semarang.
Sesar segmen utara
melintasi daerah Plamongansari sampai Lamper Tengah. Sedangkan segmen
selatannya melintasi daerah Pengaron sampai Karangayu. Sesar paling selatan
melintasi mulai wilayah Tembalang hingga Ngaliyan. Sesar-sesar ini semuanya
memotong Satuan Breksi Ungaran Tua.
Sesar-sesar
Turun Ungaran Muda
Sesar turun yang
mengakibatkan Satuan Breksi Vulkanik Ungaran Muda ini, membentuk tiga segmen
patahan membentuk pola setengah lingkaran. Segmen pertama paling besar,
berada paling utara, membatasi Satuan Breksi Ungaran Muda dan Satuan Breksi
Ungaran Tua. Sedangkan dua segmen lainnya yang berada di selatannya hanya memotong
Satuan Breksi Ungaran Muda. Berbeda dengan sesar turun di bagian utara yang
mengontrol Satuan Breksi Ungaran Tua, sesar ini membentuk bidang yang relatif
miring ke arah selatan, sehingga bagian hanging wall yang turun adalah di
bagian selatan.
Sesar turun segmen 1 paling utara memiliki arah
tenggara-baratlaut (N 120°E-N300°E). Sesar ini melintasi Daerah Pudakpayung
sampai Jatisari. Sesar ini membatasi Satuan Breksi Ungaran Tua dan Satuan
Breksi Ungaran Muda.
Sesar turun segmen 2 berada sekitar 1 km selatan sesar
segmen 1. Memiliki arah tenggara-baratlaut (N 118°E-N 298°E). Sesar ini
melintasi Daerah Sumurejo sampai Gunungpati, memotong batuan Satuan Breksi
Ungaran Muda. Sesar turun segmen 2 punya kemenerusan dengan sesar segmen 3.
Sesar turun segmen 3 mempunyai arah relatif lebih
miring ke utara, yaitu arah baratdaya-timurlaut (N 55°E-N 235°E). Sesar ini
melewati daerah Purwosari memotong Satuan Breksi Ungaran Tua.
Lipatan
Struktur lipatan di daerah penelitian berupa antiklin
dan sinklin yang mempunyai jurus relatif baratlaut-tenggara di bagian timur,
bergradasi membentuk arah barat-timur di bagian barat.Lipatan
melibatkan Satuan Batupasir Banyak, Satuan Batulempung Kalibiuk dan Satuan
Breksi Vulkanik Ungaran Tua, membentuk tiga kelurusan sumbu sinklin dan dua
kelurusan sumbu antiklin.
Antiklin
Antiklin di wilayah
penelitian mempunyai tren lipatan secara umum dengan arah sumbu relatif sama
yaitu baratlaut-tenggara, dengan kedudukan perlapisan miring ke arah utara
mulai dari N 273°E/23°, N 268°E/55° dan bagian yang miring ke selatan N
98°E/65°, N 106°E/46°. Pada sayap sebelah utara beberapa bagian perlapisan
batuan yang berumur Tersier terutama pada Satuan Batulempung Kalibiuk telah mengalami
pembalikan dengan kemiringan lapisan kuranglebih 83° dan sayap bagian selatan
dengan kemiringan kuranglebih 75°.
Dari analisa peta
geologi, sumbu antiklin berada pada dua satuan batuan, yaitu Satuan Batulempung
Kalibiuk dan Satuan Breksi Ungaran Tua. Antiklin pada Satuan Batulempung
Kalibiuk mempunyai kemiringan lapisan batuan yang lebih besar dibanding
kemiringan lapisan Satuan Breksi Vulkanik Ungaran Tua yang berada di atasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa proses perlipatan telah mulai sebelumnya dan berlanjut
sampai setelah Satuan Breksi Vulkanik Ungaran Tua diendapkan.
Sinklin
Sinklin yang ada di
daerah penelitian mempunyai arah sumbu relatif sama dengan sumbu antiklinnya,
yaitu relatif baratlaut-tenggara dengan kemiringan lapisan kuranglebih 28° hingga
75°. Dari
kenampakan peta geologi menunjukkan bahwa tiga satuan batuan, mulai yang tertua
Satuan Batupasir Banyak, Satuan Batulempung Kalibiuk dan Satuan Breksi Vulkanik
Ungaran Tua telah mengalami perlipatan. Seperti pada struktur antiklin,
kedudukan lapisan satuan batuan dibawahnya, yaitu sekitar 3° hingga 10°. Di
bagian barat sumbu di batulempung Kalibiuk menerus pada breksi vulkanik Ungaran
Tua, walaupun besar dip batuannya berbeda.
TINJAUAN
NEOTEKTONIK
Indikasi Struktur
Geologi
Di beberapa tempat, batuan-batuan berumur Kuarter yang
termasuk dalam Formasi Kalibiuk, Satuan Breksi Ungaran Tua, serta Satuan Breksi
Ungaran Muda, dipotong oleh struktur sesar maupun struktur kekar. Struktur
sesar di Ds. Rowosari, wilayah Kota Semarang bagian Selatan, memotong
perselingan batupasir vulkanik dan breksi vulkanik Satuan Breksi Ungaran Tua
menunjukkan kedudukan bidang sesar N 156°E/75°. Beberapa kekar menunjukkan
kedudukan N 335°E/65°, N 21°E/78°, N 161°E/75°dan N 18°E/82°. Adanya struktur
lipatan dan struktur sesaryang melibatkan perselingan batupasir dan breksi
Satuan Breksi Ungaran Tua menunjukkan proses tektonik maÃz aktif sampai
Semarang.
Indikasi Gempa
Tektonik
Berdasarkan laporan
dari SEASEE (Irsyam dkk., 2002) serta beberapa sumber yang dikutip Sayekti dan
Murdohardono (2004), di Wilayah sekitar Semarang tercatat telah beberapa kali
terjadi gempa tektonik dengan kekuatan sedang hingga cukup besar. Hal ini
menunjukkan bahwa aktifitas tektonik di wilayah ini tetap berlangsung terus
hingga sekarang.
Untuk gempa dengan
skala MMI kurang dari V, kuantitasnya lebih banyak, sebagian besar
episentrumnya di sekitar jalur sesar Lasem yang berarah NE-E, dengan kedalaman
sekitar 30-250 km.
Tabel 1. Kejadian Gempa Tektonik di Sekitar Semarang
(Irsyam, dkk., 2002; Sayekti dan Murdohardono, 2004).
No.
|
Lokasi/Episentrum
|
Hiposentrum (km)
|
Waktu
|
Skala MMI
|
Skala Richter
|
1.
|
Jepara
|
-
|
26-12-1981
|
VI-VII
|
-
|
2.
|
Semarang
|
-
|
19-01-1856
|
VII-VIII
|
-
|
3.
|
Banyubiru
|
-
|
17-06-1865
|
VII
|
-
|
4.
|
Ambarawa
|
-
|
22-04-1866
|
VI
|
-
|
5.
|
Salatiga
|
-
|
10-10-1872
|
VI
|
-
|
6.
|
Pati
|
-
|
12-12-1890
|
VII
|
-
|
7.
|
7,0°LS,111,0°BT
|
33
|
04-06-1948
|
-
|
-
|
8.
|
7,0°LS,111,5°BT
|
-
|
03-01-1959
|
-
|
-
|
9.
|
7,0°LS,110,4°BT
|
238
|
20-01-1966
|
-
|
5,0
|
10.
|
7,0°LS,110,6°BT
|
220
|
10-01-1968
|
-
|
5,4
|
11.
|
7,0°LS,111,2°BT
|
85
|
05-10-1974
|
-
|
4,4
|
12.
|
7,0°LS,113,2°BT
|
33
|
17-19-1974
|
-
|
4,3
|
13.
|
7,0°LS,110,4°BT
|
106
|
08-11-1974
|
-
|
5,6
|
14.
|
7,0°LS,112,3°BT
|
33
|
10-11-1974
|
-
|
-
|
15.
|
7,0°LS,111,4°BT
|
33
|
01-02-1976
|
-
|
4,0
|
16.
|
7,0°LS,108,6°BT
|
33
|
01-03-1978
|
-
|
-
|
17.
|
7,0°LS,108,3°BT
|
-
|
09-04-1978
|
-
|
4,7
|
Indikasi
Geomorfologi
Di beberapa tempat,
teras sungai telah terangkat cukup tinggi dari level aliran sungai yang ada
sekarang. Ini menunjukkan bahwa proses tektonik yang menyebabkan pengangkatan
masih berlangsung hingga sekarang.
Di Kali Kreo, teras
sungai tersingkap di beberapa ketinggian, yaitu teras pertama pada ketinggian
sekitar 25 m, sedangkan teras kedua pada ketinggian 65 m, teras paling tua
ketinggiannya mencapai lebih dari 100 m. Sedangkan di Kali Garang, teras sungai
tersingkap pada tiga ketinggian. Teras pertama nampak pada
ketinggian 10 m, teras kedua pada ketinggian 25 m dan teras ketiga pada
ketinggian 45 m.
Teras endapan fluvio-vulkanik Kali Garang dan Kali
Kreo merupakan bagian dari Satuan Breksi Vulkanik Ungaran Tua, dengan bagian
bawahnya terdiri dari endapan batulempung berumur 20.150 tahun (BP, 1950) atau
22.100 tahun yang lalu. Dengan demikian, teras Kali Kreo telah mengalami
pengangkatan lebih dari 100 m sepanjang 22.100 tahun (paling lama) atau
kecepatan pengangkatan ≥ 0,4 cm/tahun.
Indikasi Land
Subsidence
Bahwa sebagian besar
Wilayah Kota Semarang telah mengalami penurunan, tidak terbantahkan lagi.
Beberapa penelitian menunjukkan dari selatan wilayah Kota Semarang ke utara,
menunjukkan intensitas
penurunan yang makin besar (lih. Peta Land Subsidence).
Data pengukuran yang dilakukan DTLGKP-Georisk (Sayekti,A.2005) menyebutkan
bahwa penurunan tanah dikota Semarang mulai <0,6 hingga > 3 c/th.
Penurunan yang cukup besar terjadi di bagian utara, yaitu sekitar pelabuhan
Tanjung Emas, Stasiun Poncol hingga Stasiun Tawang. Hasil penelitian FT Undip
di tahun 2005 menyebutkan kawasan Tawang, Pelabuhan, Kotalama, Tanah mas
mengalami penurunan 5 – 10 cm/th.
Dengan membandingkan
kenampakan peta amblesan tanah dan peta struktur geologi, serta pola morfologi,
menunjukkan bahwa pola amblesan tanah menyerupai/ terkontrol oleh pola
struktur patahan. Dan pola morfologi Kota Semarang
berarah relative tenggara timur-barat baratlaut (NWW-SEE). Hal ini menunjukkan
bahwa amblesan tanah di Kota Semarang dikontrol oleh patahan yang ada atau
sangat dipengaruhi oleh proses tektonik.
TINJAUAN GEOLOGI TERJADINYA MISKELOLA
LAHAN DI WILAYAH KOTA SEMARANG
Dari hasil pengamatan
lapangan miskelola lahan dijumpai pada beberapa lokasi di komplek perumahan dan
kawasan industri. Beberapa komplek perumahan, para pengembang memilih lokasi
berada di lereng-lereng perbukitan struktural. Lokasi tersebut
kebanyakan batuan dasarnya terdiri dari batulempung berselingan dengan
batupasir yang telah terdeformasi sangat kuat sehingga didalam batuan tersebut
banyak ditemukan struktur kekar maupun sesar. Apabila memasuki musim penghujan
batulempung akan menjadi cepat jenuh, volumenya mengembang, dimana tahanan
geser antar lapisan batuan menjadi semakin bekurang sampai hilang. Akibatnya
pada daerah yang berlereng curam akan sangat rawan terjadi longsoran massa
batuan. Dan pada daerah lereng landai rawan terjadi rayapan tanah.
Hasil pengamatan di
salah satu kawasan industri di Wilayah Bambankerep yang membutuhkan areal yang
sangat luas, mencapai puluhan hektar, menempati bentuk lahan perbukitan
lipatan. Model penyediaan lahan dilakukan dengan cara pengerukan dan pemotongan
lahan perbukitan. Dengan cara tersebut batuan fluvio vulkanik Ungaran Tua yang
berperan sebagai pelindung kestabilan lereng, juga berperan sebagai reservoir
air tanah pada lapisan batupasir dan konglomerat, akan ikut hilang terkelupas
akibat pengerukan dan pemotongan perbukitan lipatan. Hasilnya tinggal batuan
lempungan yang bersifat plastis dan tidak stabil, dimanfaatkan sebagai batuan
dasar kawasan industri.
Fenomena yang sangat
fatal telah terjadi di bagian tepi dari kawasan industri, akibat pengerukan dan
pemotongan lahan perbukitan, meninggalkan jejak berupa tebing curam memanjang. Tebing tersebut posisinya berdekatan dan sejajar,
dengan struktur sesar (patahan) utama yang memotong lahan perbukitan lipatan.
Dampaknya tampak pada lahan perbukitan yang berada di sekeliling kawasan
industri yang di atasnya telah lama dihuni sebagai perkampungan penduduk
menjadi sangat labil, karena kehilangan keseimbangan akibat daya topang dari
perbukitan di sebelahnya telah hilang.
Bencana yang telah dan akan terus terjadi berupa
rayapan tanah ”soil creep” disepanjang musim. Longsoran tanah dan batuan sudah
terjadi pada beberapa lokasi di sepanjang tebing pada musim penghujan. Bencana
tersebut akan berhenti apabila telah mencapai keseimbangan yang baru yang
memerlukan waktu yang sangat lama.
Miskelola
Lahan di Dataran Bekas Pantai
Dampak dari miskelola
lahan yang terjadi akibat program pembangunan di lahan dataran bekas pantai
yang sekarang menjadi pusat kota sudah lekat dengan kehidupan masyarakat Kota
Semarang, yaitu berupa banjir kiriman di musim penghujan dan genangan air laut
pasang ”rob” di sepanjang musim. Genangan yang luas dan lama terjadi di pusat
Kota Semarang bagian utara yang makin meluas ke bagian tengah. Bencana tersebut
erat kaitannya dengan pembangunan jalan lingkar yang sejajar dengan garis
pantai dan proyek pengerukan/penimbunan kawasan pantai untuk pembangunan
perkantoran, perumahan, sarana rekreasi, sarana pendukung pelabuhan dan
lapangan udara. Perubahan tata guna lahan di kawasan tersebut mengakibatkan
terjadinya sumbatan-sumbatan aliran menuju laut yang tentu saja peranan
perubahan lingkungan alami di kawasan hulu juga mempunyai andil sangat besar.
Sebagai akibat dari banyaknya air hujan yang menjadi aliran permulaan menuju
kawasan hilir yang lebih rendah di pusat Kota Semarang.
Pembangunan
di kawasan pantai tersebut tidak dilandasi dengan pemahaman tentang ekologi
pantai dan sungai. Dari sudut pandang geologi, pusat Kota Semarang
dibangun/berdiri di atas endapan berumur sangat muda ”holosen”. Endapan muda
tersebut sedang mengalami proses pemadatan dan konsolidasi. Di samping itu
batuan dasarnya juga sedang mengalami proses penurunan ”down warp”, dalam
istilah teknik sipil disebutsubsidence.
Dari proses pemadatan dan penurunan batuan dasar, kondisi lahan di pusat Kota
Semarang bagian utara dan tengah sedang mengalami proses penurunan dengan
kecepatan 4 – 10 cm/tahun. Akibatnya permukaan lahan di
kawasan tersebut sudah berada di bawah permukaan air laut. Sehingga apabila
terjadi air laut pasang, di kawasan tersebut selalu terjadi genangan ”rob” yang
makin lama makin meluas ke arah selatan.
PEMBAHASAN
Kota
Semarang merupakan kota besar yang dibangun di atas bentuk lahan dataran pantai
dan bentuk lahan perbukitan struktural. Berdasarkan tinjauan geologi kedua
bentuk lahan tersebut, usia pembentukannya masih sangat muda, yaitu akhir Jaman
Kuarter pada kala holosen. Proses tektonik yang bekerja
masih berlangsung sampai sekarang dengan arah pergerakan yang saling
berlawanan. Pada zona perbukitan di bagian selatan terjadi proses pengangkatan
dan pensesaran ”up lift” dan pada zona dataran bekas pantai di bagian utara
terjadi proses penurunan dasar cekungan ”down warping”. Pergerakan tersebut berlangsung secara
berlahan dengan kecepatan hanya beberapa cm per tahun, sehingga tidak pernah
dirasakan oleh penghuni di atasnya. Akan tetapi dalam waktu lama akan sangat
besar pengaruhnya terhadap keberadaan Kota Semarang.
Secara alami zona perbukitan akan terdenudasi oleh
proses-proses eksogenik. Sebagian hasil denudasi akan ditranspor melalui
sungai-sungai yang mengalir dan bermuara di daerah rendahan yang merupakan
bagian dari cekungan sedimentasi Laut Jawa. Suplai sedimen berjalan seimbang
dengan proses penurunan dasar cekungan, sehingga dataran pantai tidak sampai
tenggelam di bawah muka air laut, bahkan dapat mengalami pertumbuhan ke arah
utara.
Dengan dibangun sebuah
kota di atas bentuk lahan perbukitan dan dataran pantai yang proses tektoniknya
masih berjalan aktif,tentu akan mengganggu keseimbangan alam. Gejala tersebut
sudah mulai muncul berupa terjadinya bencana geologi, antara lain : di zona
dataran pantai terjadi genangan air laut ”rob” akibat terhentinya suplai
sedimen yang tidak bisa mengimbangi laju penurunan dasar cekungan. Lambat laun
genangan air laut menjadi semakin dalam dan luas.
Ke arah selatan Kota
Semarang juga dibangun di atas bentuk lahan perbukitan, yang merupakan bagian
dari Zona Pegunungan Kendeng atau Serayu Utara. Secara tektonik daerah tersebut
masih aktif mengalami proses perlipatan, pengangkatan dan pensesaran.
Pembangunan infrastruktur kota dengan cara pengeprasan dan pemotongan bukit,
juga kegiatan penambangan pada batuan vulkanik yang berperan sebagai lapisan
pelindung menjadi sangat berbahaya. Kegiatan tersebut dapat memicu lapisan
plastis dibawahnya akan terdesak keluar melalui struktur sesar maupun kekar.
Akibatnya daerah tersebut menjadi sangat rawan terjadi bencana pergeseran massa
batuan maupun tanah longsor.
KESIMPULAN
§
Dari hasil kajian geologi Wilayah Kota
Semarang, batuan penyusun wilayah tersebut terdiri dari batuan-batuan
sedimentasi marine yang berumur lebih tua dari 2 juta tahun yang lalu
(Tersier). Batuan tersebut terdiri dari perselingan batulempung dan batupasir
yang banyak mengandung fosil foraminifera dan moluska marine transisi,
diatasnya terendapkan secara tidakselaras oleh sedimen vulkanik produk Ungaran
Tua berumur Plistosen atas – Holosen.
§
Proses tektonik di Wilayah Kota Semarang
masih berjalan aktif sampai sekarang. Proses tersebut diketahui dari struktur
sesar/patahan, kekar dan lipatan yang melibatkan Endapan Vulkanik Ungaran Tua.
Disamping itu, proses tektonik tersebut mengakibatkan terbentuknya Tinggian
Banyumanik-Mijen dan Rendahan di Wilayah Semarang bagian utara yang mengalami
proses penurunan.
§
Miskelola lahan banyak ditemukan di
berbagai lokasi, baik di bentuk lahan perbukitan Wilayah Kota Semarang bagian
selatan maupun di lahan dataran bekas pantai Wilayah Semarang bagian utara.
Miskelola tersebut mengakibatkan berbagai bencana alam, antara lain banjir
genangan di musim penghujan, rayapan dan longsoran tanah dan batuan serta
meluasnya genangan air laut pasang ”rob”.
SARAN
§
Program pembangunan fisik di Wilayah
Kota Semarang mestinya memperhatikan kondisi geologi dan proses neotektonik
yang masih aktif.
§
Program pembangunan fisik hendaknya
jangan mengubah topografi alami di Wilayah Kota Semarang, program pembangunan
harus memperhatikan keseimbangan alam serta memahami kondisi geologi maupun
ekologi, khususnya proses geologi yang masih aktifdi Wilayah Kota Semarang
sampai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Angelier,J., 1989, Neotectonique
de L’
Arc Egee, Societe Geologique Du Nord, Publication No.3.
Kuehn, F., 2006, Land Subsidence
Monitoring for
Semarang, Indonesia using Permanent Scattere Interferometry,
Preliminary Report, Slide Presentation, Unpublishing.
Irsyam, M., dkk.,
2002, Overview of
Seismotectonic Setting
and Earthquake Microzonation for Semarang,
Proceeding of the First International Seminar on Geotechnical
Engineering.
Kertapati, E.K., 2006, Studi Tektonik
Daerah Muria untuk
Seismic Hazard Assesment Keselamatan Pusat Listrik Reaktor Daya Ujung
Lemahabang, Muria, Jawa Tengah, Indonesia,
Geological Survey Institute of Indonesia.
Marks, P., dan
Tjokrodihardjo, 1956,
Dataran Kota Jakarta
dan Pemeriksaan Foraminifera dari Pemboran Kebayoran,
Publikasi Keilmuan Seri Geologi, No.Dn 1197, hal.41., Pusat Jawatan Goelogi,
Bandung.
Mial, A.D., 1984, Principles of
Sedimentary Basin
Analysis, Springer-Verlag-New York-Berlin-Tokyo.
Pratiknyo, P., 1997, Neraca Air dan
Potensi Air Tanah
Daerah Semarang dan Sekitarnya Propinsi Jawa Tengah,
Tesis Magister Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung, Tidak Dipublikasikan.
Satyana, A.H. dan
Purwaningsih, M.E.M.,
Lekukan Struktur Jawa Tengah Suatu Segmentasi Sesar
Mendatar.
Sayekti, A. dan Murdohardono, D., 2004,
Inventarisasi Bahaya Geologi untuk Pengembangan
Wilayah dan Penataan Ruang di Semarang, Propinsi Jawa Tengah, Direktorat Tata Lingkungan
Geologi dan Kawasan Pertambangan, Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral. Tidak Dipublikasikan.
Sukardi, 1973, Pengamatan Neotektonik
dan Morfogenesa Kota Jakarta, Ditjen Geologi, Dinas Geologi Teknik, Journal Hidrogeologi,
No.1799, hal.19-29.
Untung, M. dan
Hasegawa, H., 1975,
Penyusunan dan Pengolahan Data beserta Penafsiran Peta
Gaya Berat Indonesia, Geologi Indonesia, Vol.2, No.3, hal.11-17.
Untung, M. dan
Wiriosudarmo, G., 1975,
Pola Struktur Jawa dan
Madura sebagai Hasil Penafsiran Pendahuluan Data Gaya Berat”,
Vol.2, No.1, hal.15-24.
van Bemmelen, R.W., 1941, Geologische
Kaart Van Java, Toelichiting Dig De Bladen, 73(Semarang) En
74(Vengaram).
van Bemmelen, R.W.,
1949, The Geology
of Indonesia,
Vol.1A, The Hauge Martinus N Jhoff, 732.