Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua yaitu endapan primer dan endapan plaser.
Emas terdapat di alam dalam dua tipe deposit, pertama sebagai urat (vein) dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa. Lainnya yaitu endapan atau placer deposit, dimana emas dari batuan asal yang tererosi terangkut oleh aliran sungai dan terendapkan karena berat jenis yang tinggi. Emas native terbentuk karena adanya kegiatan vulkanisma, bergerak berdasarkan adanya thermal atau adanya panas di dalam bumi, tempat tembentukan emas primer, sedangkan sekudernya merupakan hasil transportasi dari endapan primer umum disebut dengan emas endapan flaser, sedangkan asosiasi emas atau emas bersamaan hadir dengan mineral silikat, perak, platina, pirit dan lainnya
Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya terdiri dari endapan aluvium, eluvial, dan koluvium.………
GENESA ENDAPAN NIKEL LATERIT
1. Endapan Nikel Laterit
Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabryang merupakan wilayah India bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat.
Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakanregolith atau tubuh batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak batuan asalnya.
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.
2.
Ganesa Pembentukan Endapan Nikel Laterit
Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.
Faktor kedua sebagai media transportasi Ni yang terpenting adalah air. Air tanah yang kaya akan CO2, unsur ini berasal dari udara luar dan tumbuhan, akan mengurai mineral-mineral yang terkandung dalam batuan harzburgit tersebut. Kandungan olivin, piroksen,magnesium silikat, besi, nikel dan silika akan terurai dan membentuk suatu larutan, di dalam larutan yang telah terbentuk tersebut, besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida.
Endapan ferri hidroksida ini akan menjadi reaktif terhadap air, sehingga kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah ferri hidroksida menjadi mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)),hematit (Fe2O3) dan cobalt. Mineral-mineral tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”.
Endapan ini akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri merupakan unsur tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan berlangsung, unsur Ni berada dalam ikatan serpentine group. Rumus kimia dari kelompok serpentin adalah X2-3 SiO2O5(OH)4, dengan X tersebut tergantikan unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atauMn atau dapat juga merupakan kombinasinya.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock (Harzburgit). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnieritdengan rumus kimia (Ni,Mg)Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen (supergen enrichment). Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama dari perubahan musim.
Dibawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona Hipogen, terdapat sebagai batuan induk yaitu batuan Harzburgit.
3.
Faktor-faktor Utama Pembentukan Endapan Nikel Laterit
Faktor-faktor utama pembentukan bijih nikel laterit (www.wikipedia.co.id) adalah :
a. Batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa tersebut : terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin, mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim. Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi. Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan dan erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan : penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
d. Struktur yang sangat dominan adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
e. Topografi. setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif.
f. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
4.
Geostatistik
Geostatistik awalnya didefinisikan oleh Matheron sebagai ``penerapan metode probabilistik untuk variabel yang terregionalisasi (data spasial)''. Berbeda dengan statistik konvensional, apakah itu suatu kompleksitas dan ketidakberaturan fenomena real, geostatistik dapat digunakan untuk menampilkan suatu struktur dari korelasi spasial (Warmada, 2004).
a.
Pengertian Geostatistik
Geostatistik merupakan suatu disiplin yang menerapkan bermacam-macam metode kriging untuk interpolasi spasial optimal (Carr, 1995). Sedangkan Matheron (1963) mendefinisikan geostatistik adalah ilmu yang khusus mempelajari distribusi dalam ruang, yang sangat berguna untuk insinyur tambang dan ahli geologi, sepertigrade, ketebalan, akumulasi dan termasuk semua aplikasi praktis untuk masalah-masalah yang muncul di dalam evaluasi endapan bijih.
Warmada (2004) menjelaskan bahwa Geostatistik pada awalnya dikembangkan pada industri mineral untuk melakukan perhitungan cadangan mineral, seperti emas, perak, platina. D.K. Krige, seorang insinyur pertambangan Afrika Selatan, mendekatkan masalah ini dari titik pandang probabilistik yang kemudian oleh George Matheron, seorang insinyur dari Ecoles des Mines,Fontainebleau, Perancis, memberikan perhatian pada pekerjaan Krigedan menerapkan teori probabilistik dan statistik untuk memformulasikan pendekatan Krige dalam perhitungan cadangan bijih, yang dikenal dengan metode kriging.
Penerapan geostatistik secara praktis saat ini dapat dikatakan tak terbatas. Setiap eksperimen yang dibuat dalam kerangka ruang (seperti data dalam koordinat ruang dan nilai) dapat menggunakan geostatistik sebagai alat bantu untuk mengolah dan menginterpretasikannya. Yang membuat geostatistik sangat berguna adalah kemampuannya untuk mengkarakterisasi dalam artian penerapan struktur spasial dengan model probabilistik secara konsisten. Struktur spasial ini dikarakterisasi oleh variogram. Secara mendasar, ada dua macam metode yang didasarkan pada variogramdan covariance.
Untuk pemetaan dan estimasi, variogram dapat digunakan untuk menginterpolasi antara titik data (kriging). untuk mengkarakterisasi suatu ketidaktentuan pada estimasi (volume kadar di atas cut-off), variogram yang sama dapat digunakan. Sebagai suatu ilmu dasar, tidak ada batas dalam penggunakan geostatistik untuk bidang tertentu. Geostatistik dapat digunakan pada bidang-bidang: industri pertambangan, perminyakan dan lingkungan.
b.
Varians Dispersi dan Varians Estimasi pada Geostatistik
Pada geostatistik, nilai contoh merupakan suatu fungsi dari posisinya dalam endapan (peubah terregional), dan peubah relatif contoh ikut dipertimbangkan. Kesamaan nilai-nilai contoh yang merupakan fungsi jarak antar contoh serta yang saling berhubungan ini merupakan dasar teori geostatistik, seperti pada :
1. Varians Dispersi. Varians yang memberikan suatu informasi tentang besarnya pencaran harga yang ada : misalnya kadar blok-blok penambangan pada suatu daerah pertambangan, kadar suatu material dalam dump truck.
Jika diketahui v adalah besaran contoh, V adalah blok penambangan dan W adalah besaran seluruh endapan bahan galian, maka sesuai dengan rumus dasar varians dispersi akan diperoleh persamaan :
σ2D (v / W) = σ2D (v / V) + σ2D (V / W)
Yang berarti, bahwa varians contoh terhadap endapan bijih adalah varians contoh terhadap blok ditambah dengan varians blok terhadap endapan bijih. Dalam hal ini varians contoh terhadap tubuh bijih lebih besar daripada varians blok terhadap tubuh bijih :
σ2D (contoh / tubuh bijih) < σ2D (blok / tubuh bijih)
Hubungan ini disebut juga hubungan Volume Varians
2. Varians Estimasi. Estimasi suatu cadangan dicirikan oleh suatu ekstensi satu atau beberapa harga yang diketahui terhadap daerah disekitarnya yang tidak dikenal. Suatu harga yang diketahui (diukur pada contoh inti, atau pada suatu blok) diekstensikan terhadap bagian-bagian yang tidak diketahui pada suatu endapan bijih.
Ada beberapa cara estimasi yang sudah dikenal pada kegiatan pertambangan antara lain :
a. Estimasi kadar rata-rata suatu cadangan bijih berdasarkan rata-rata suatu kadar (misalnya didapat dari analisa contoh pemboran / sumur uji).
b. Estimasi endapan bijih pada suatu tambang atau blok-blok penambangan dengan pertolongan poligon sebagai daerah pengaruh yang antara lain didasari oleh titik-titik pengamatan berikutnya atau pembobotan secara proporsional yang berbanding terbalik dengan jarak.
Untuk estimasi menggunakan satu contoh, dimana harga tersebut diekstensikan ke suatu volume yang lebih besar dikenal dengan istilah ekstensi dan varians ekstensi. Sedangkan estimasi berdasarkan beberapa contoh, dimana harga-harga contoh tersebut diekstensikan ke suatu volume dikenal dengan estimasi dan varians estimasi.
TIMAH
• Tinjauan Umum Timah…….………… ………
Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat kuarsa timah, serta sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya terdiri dari endapan aluvium, eluvial, dan koluvium.………
Mineral yang terkandung di dalam bijih timah pada umumnya mineral utama yaitu kasiterit, sedangkan pirit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnite, kalkopirit, kuprit, xenotim, dan monasit merupakan mineral ikutan.
Sumber timah Indonesia merupakan bagian jalur timah Asia Tenggara (The South East Tin Belt), jalur timah terkaya di dunia yang membentang mulai dari selatan China, Thailand, Birma, Malaysia sampai Indonesia. Genetis kehadiran timah bermula dengan adanya intrusi granit yang diperkirakan ± 222 juta tahun yang lalu pada Masa Triassic Atas, Magma yang bersifat asam mengandung gas SnF4, yang melalui proses pneumatolitik hidrotermal menerobos dan mengisi celah retakan, di mana terbentuk reaksi dasar:
SnF4 + H2O SnO2 + HF2
• Kegunaan timah…………………………… ………
Dalam pemanfaatan bijih timah dewasa ini telah mengalami banyak peningkatan, terutama dalam memenuhi kebutuhan pasar nasional maupun dunia.
Timah digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Pelat timah
2. Solder
3. Logam Putih (babbit)
• Tahap – tahap Pertambangan Timah
Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebelum pelaksanan kegiatan penambangan dilakukan, sebagai berikut:
1. Eksplorasi
2. Penambangan
3. Pengolahan
EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses – proses geologi. Berdasarkan keterjadian dan sifatnya bahan galian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok ; mineral logam, mineral industri serta batubara dan gambut. Karakteristik ketiga bahan galian tersebut berbeda, sehingga metode eksplorasi yang dilakukan juga berbeda. Oleh karena itu diperlukan berbagai macam metode untuk mengetahui keterdapatan, sebaran, kuantitas dan kualitasnya.
Kegiatan eksplorasi bahan galian umumnya melalui beberapa tahap eksplorasi, dimulai dari survey tinjau, prospeksi, eksplorasi umum sampai eksplorasi rinci. Setiap tahap eksplorasi yang dilakukan tidak hanya melibatkan ahli geologi tetapi juga ahli – ahli geofisika, geokimia, geodesi, teknik pemboran, geostatistik dan sebagainya.
Tujuan Penyelidikan
Kegiatan penyelidikan ini dilaksanakan adalah untuk menginventarisasi data – data yang berkaitan dengan sumber daya alam khususnya sumber daya mineral logam yang secara langsung sebagai bahan baku untuk industri tertentu seperti ; industri besi dan baja, kendaraan bermotor, dan lain-lain. Adapun tujuan penyelidikannya yaitu ;
a. Mengetahui dan mengamati batas sebaran endapan khromit
b. Mengetahui dan mengamati tipe endapan khromit
c. Menghitung dan menganalisis luasan sebaran endapan
d. Menghitung potensi sumber daya dan cadangan dari endapan khromit
Keadaan Lingkungan
Bijih bauksit terjadi di daerah tropis dan subtropis yang memungkinkan pelapukan yang sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan yang mempunyai kadar alumunium nisbi tinggi, kadar Fe rendah dan tidak atau sedikit mengandung kuarsa (SiO¬2) bebas atau tidak mengandung sama sekali. Bentuknya menyerupai cellular atau tanah liat dan kadang-kadang berstruktur pisolitic. Secara makroskopis bauksit berbentuk amorf. Kekerasan bauksit berkisar antara 1 – 3 skala Mohs dan berat jenis berkisar antara 2,5 – 2,6.
Kondisi – kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit secara optimum adalah ;
1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya alumunium
2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan
3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan mudah
4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering)
5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan
6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum
7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan
Pelaksanaan dan Peralatan
• Peta dasar
• Foto Udara
• Alat surveying, ukur atau GPS
• Alat kerja : 1. Palu 5. Alat geofisika
2. Kompas 6. Alat sampling
3. Meteran 7. Altimeter
4. Kantong sampel 8. Alat bor dll
• Alat tulis
• Alat komunikasi
• Keperluan sehari-hari
• Obat-obatan atau P3K
GEOLOGI UMUM
A. Proses Pembentukan Bahan Galian
Bahan galian adalah semua bahan atau subtansi yang terjadi dengan sendirinya di alam dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk berbagai keperluan industrinya. Bahan tersebut dapat berupa logam maupun non logam, dan dapat berupa bahan tunggal ataupun berupa campuran lebih dari satu bahan. Proses terbentuknya endapan bahan galian adalah komplek dan sering lebih dari satu proses yang bekerja bersama-sama. meskipun dari satu jenis bahan, misalnya logam, kalau terbentuk oleh proses yang berbeda maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda pula.
Contohnya adalah endapan bijih besi, endapan ini dapat dihasilkan oleh proses diferensiasi magmatik oleh larutan hidrotermal, oleh proses sedimentasi ataupun oleh proses pelapukan. Tiap-tiap proses akan menghasilkan endapan bijih besi yang berbeda-beda baik dalam mutu, besarnya cadangan, maupun jenis mineral-mineral ikutannya.
Tabel. 1. Proses dan pembentukan jenis deposit
Proses Deposit yang dihasilkan
1. Konsentrasi magmatik Deposit magmatik
2. Sublimasi Sublimat
3. Kontak metasomatisme Deposit kontak metasomatik
4. Konsentrasi hidrotermal Pengisian celah-celah terbuka
Pertukaran ion pada batuan
5. Sedimentasi Lapisan-lapisan sedimenter Evaporit.
6. Pelapukan Konsentrasi residual Placer.
7. Metamorfisme Deposit metamorfik
8. Hidrologi Air tanah, garam tanah, endapan caliche.
Konsentrasi magmatik
Beberapa dari mineral yang terdapat dalam batuan beku banyak yang mempunyai nilai ekonomis, tetapi pada umumnya konsentrasi terlalu kecil untuk dapat diproduksi secara komersial, oleh karena itu diperlukan suatu proses konsentrasi untuk dapat mengumpulkan bahan-bahan tersebut dalam suatu deposit yang ekonomis. Konsentrasi tersebut terjadi pada saat batuan beku masih berupa magma, karenanya disebut konsentrasi oleh proses magmatik. Perkecualian pada intan, dimana tidak diperlukan konsentrasi, tetapi suatu kristal tunggal saja sudah cukup berharga.
Deposit bahan galian sebagai hasil endapan proses magmatik ini memiliki ciri-ciri adanya hubungan yang dekat dengan batuan beku intrusif dalam atau intrusif menengah. Konsentrasi magmatik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Magmatik awal :
• Kristalisasi tanpa konsentrasi : intan
• Kristalisasi dan pemisahan : khron, platina
b. Magmatik akhir :
• Akumulasi dan atau injeksi larutan residual : besi titan, platina, titan, khron.
• Akumulasi dan pemisahan larutan : beberapa tipe deposit nikel dan tembaga.
• Pegmatit.
Hasil atau produk dari proses magmatik dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu logam tunggal (native metal), oksida, silfisa dan batu mulia (gemstone).
Contoh logam tunggal : Platina, Emas, Perak, Besi-Nikel.
Contoh oksida : Besi (magnetit, hematit), Besi-titan (magnetit bertitan), Titan (ilmenit), Khrom (kromit), Tungsten (wolframit).
Contoh sulfide : Nikel-tembaga (kalkopirit), Nikel (pentlandit, molibdenit).
Contoh batu mulia : Intan, Garnet (almandit), Peridotit.
Deposit konsetrasi mekanis atau placer
Sisa pelapukan yang tidak dapat larut akan menghasilkan suatu selubung dari bahan-bahan lepas, diantaranya berat dan beberapa lagi ringan; ada yang getas (britlle) dan ada yang tahan (durable). Bahan-bahan tersebut oleh suatu media tertentuk seperti air yang mengalir (sungai), angin arus pantai (beach), ataupun ari permukaan (running water) dapat mengalami pemisahan bagian yang berat terhadap bagian yang ringan secara gravitasi dan membentuk endapan placer.
Konsentrasi hanya dapat terjadi kalau mineralberharga yang bersangkutan memiliki tiga sifat sebagai berikut :
- Berat jenisnya tinggi
- Tahan terhadap pelapukan kimiawi
- Tahan terhadap benturan-benturan fisik (durable)
Mineral placer yang memiliki sifat-sifat tersebut adalah emas, platina, tinstone, magnetit, khromit, ilmenit, rutil, tembaga, batu mulia, zircon, monazit, fosfat, tantalit, columbit. Diantara bahan-bahan tersebut di atas yang paling berharga sebagai deposit placer adalah emas, platina, tinstone, ilmenit (bijih titanium), intan dan ruby.
Deposit sebagai akibat oksidasi dan pengkayaan sekunder
Air dan oksigen adalah tenaga pelapukan kimiawi yang sangat kuat, kalau mereka bersentuhan dengan suatu deposit bijih, maka hasilnya adalah reaksi-reaksi kimia yang kadang-kadang dapat drastis dan merubah deposit yang sudah ada tersebut. Air permukaan yang mengandung oksigen akan bersifat sebagai bahan pelarut yang mampu melarutkan mineral-mineral tertentu. Suatu deposit bijih dapat teroksidasi dan dapat kehilangan banyak kandungan mineral yang berharga karena tercuci (leached), kemudian terbawa ke bawah oleh air permukaan yang sedang turun ke bawah (meresap ke bawah).
Pada bagian bawah, akhirnya larutan tersebut mengendapkan kandungan-kandungan mineral logamnya menjadi endapan bijih teroksidasi (oxidized ores), ini terjadi di atas muka air tanah. Pada saat larutan memasuki air tanah di bawah muka air tanah, mereka memasuki zona dimana tidak ada oksigen dan kandungan logamnya lalu diendapkan dalam bentuk logam-logam sulfida. Proses tersebut dinamakan pengkayaan sulfida sekunder. Tentu saja gambaran tersebut tidak terjadi pada semua deposit bijih yang terkena air, karena tidak semua deposit bijih mengandung logam yang dapat teroksidasi, atau iklim yang tidak memungkinkan terjadinya pelarutan yang kuat. Jadi haruslah ada kondisi khusus yang mengangkut waktu, iklim, topografi dan jenis bijih tertentu untuk dapat terjadinya zona teroksidasi dan zona diperkaya.
GEOLOGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
Genesa Endapan Bauksit
Bauksit terbentuk dari batuan yang mengandung unsur Al. Batuan tersebut antara lain nepheline, syenit, granit, andesit, dolerite, gabro, basalt, hornfels, schist, slate, kaolinitic, shale, limestone dan phonolite. Apabila batuan-batuan tersebut mengalami pelapukan, mineral yang mudah larut akan terlarutkan, seperti mineral – mineral alkali, sedangkan mineral – mineral yang tahan akan pelapukan akan terakumulasikan.
Di daerah tropis, pada kondisi tertentu batuan yang terbentuk dari mineral silikat dan lempung akan terpecah-pecah dan silikanya terpisahkan sedangkan oksida alumunium dan oksida besi terkonsentrasi sebagai residu. Proses ini berlangsung terus dalam waktu yang cukup dan produk pelapukan terhindar dari erosi, akan menghasilkan endapan lateritik.
Kandungan alumunium yang tinggi di batuan asal bukan merupakan syarat utama dalam pembentukan bauksit, tetapi yang lebih penting adalah intensitas dan lamanya proses laterisasi.
Kondisi – kondisi utama yang memungkinkan terjadinya endapan bauksit secara optimum adalah ;
1. Adanya batuan yang mudah larut dan menghasilkan batuan sisa yang kaya alumunium
2. Adanya vegetasi dan bakteri yang mempercepat proses pelapukan
3. Porositas batuan yang tinggi, sehingga sirkulasi air berjalan dengan mudah
4. Adanya pergantian musim (cuaca) hujan dan kemarau (kering)
5. Adanya bahan yang tepat untuk pelarutan
6. Relief (bentuk permukaan) yang relatif rata, yang mana memungkinkan terjadinya pergerakan air dengan tingkat erosi minimum
7. Waktu yang cukup untuk terjadinya proses pelapukan
Gambar. 1. Contoh dari Endapan Bauksit
Tabel. 2. Mineralogi Bauksit
Gibbsite Boehmite Diaspore
Chemical formula Al2O3.3H2O or Al(OH)3 Al2O3.H2O or AlOOH Al2O3.H2O or AlOOH
Alumina content, % 65.4 85 85
Combined water content, % 34.6 15 15
Crystal system Monoclinic Orthorombic Orthorombic
Hardness, Mohs’ scale 2.3 – 3.5 3.5 – 5 6.5 – 7
Specific gravity 2.3 – 2.4 3.01 – 3.06 3.3 – 3.5